In Memoriam Syafarudin Rahman

Udo Z Karzi

DIA teman seperjuangan yang sejati. Sama-sama Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FiSIP) Universitas Lampung; bedanya, saya angkatan 1990, dia angkatan 1991. Sama-sama penggiat Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Teknokra. Sama-sama suka ‘blusukan’ ikutan berdiskusi dalam berbagai kelompok studi seperti Kelompok Studi Merah Putih, Forum Diskusi Mahasiswa (Fordima), dan Forum for Informatian Regional and Development Studies (FIRDES).

Bersama Syafarudin, dll kami menghayati peran sebagai mahasiswa ikut terlibat dalam Gerakan Mahasiswa 1990-an di Lampung dalam semua varian: pers mahasiswa, kelompok studi, dan parlemen jalanan. Ya, pemanasan sebelum mencapai puncaknya Mei 1998 ketika saya dan Udien, begitu saya suka panggil selesai kuliah.

Sempat juga mengerjakan skripsi bersama dengan nebeng komputernya Mas Hartono Utomo di Jalan Zebra, Kedaton, Bandar Lampung. Kami sering berdiskusi habis-habisan dengan banyak aktivis yang sering berkumpul di sini.

Pria kelahiran Kotabumi, Lampung Utara, 13 Januari 1973 ini memang sangat gampang mengemukan pendapatnya terhadap segala sesuatu. Ada saja bahan yang harus didiskusikan kalau bertemu dia.

Beberapa Laporan Utama Teknokra berasal dari gagasan Udien, termasuk bahan-bahan reportasenya yang mendalam. Saya ingat betapa vokal dan militannya Udien saat rapat redaksi Teknokra yang saya pimpim (sebagai ingatan saja: Teknokra 1993-1994, saya pemimpin redaksi, pemimpin umum Rozali, pemimpin usaha Candra Kirana, bendahara Laila Yusro, dengan redaktur-redaktur Affan Zaldi Erya, Anton Bahtiar Rifa’i, Syafarudin, M Fadoli, dll).

Di zaman ini, Teknokra berkali-kali mendapat teguran keras dari Rektorat Unila karena laporan-laporan utama dan tulisan-tulisannya yang tanpa tedeng aling-aling menyorot berbagai kebijakan kampus dan luar kampus: soal suksesi BEM, suksesi Rektor, terakhir mengangkat tema gerakan mahasiswa dengan bahan pokok mahasiswa FISIP Unila yang mendemo Mendikbud Wardiman Djojohadikusuma meminta agar fakultas mereka segera diresmikan setelah sembilan tahun lebih masih berstatus fakultas persiapan.

Tak terkecuali Udien, kami bergerak diam-diam dalam berbagai aksi mahasiswa dengan menggunakan saluran pers mahasiswa, diskusi, dan gerakan jalan. Meskipun pemimpin redaksi Teknokra, sebenarnya peran saya tak lebih sebagai partisipan saja — malah lebih sering sebagai penonton.

Setelah aksi duduk di depan FISIP menghadang Mendikbud Wardiman Djojohadikuma, kami terlibat lagi dalam aksi membela hak warga Way Hui atas tanah mereka yang hanya dihargai Rp5 per meter2 oleh pengusaha yang dideking penguasa. Renungan suci di Taman Makam Budaya (TMP) Tanjung Karang untuk mengadukan ketidakadilan ini kepada arwah para pejuang belum lagi mulai, terpaksa bubar karena tempat ini telah dikepung aparat dan sembilan mahasiswa ditangkap (baca: Teknokra: Jejak Langkah Pers Mahasiswa, 2010)

Usai pergantian pengurus, Pemimpin Umum Teknokra Affan Zaldi Erya, Pemimpin Redaksi Anton Bahtiar Rifa’i, dan Pemimpin Usaha Moh. Ridwan; saya, Udien dan beberapa lagi menjadi personel Litbang (bukan sulit berkembang, hehee… ). Dan, Udien masih tetap bersemangat membuat program. Hasil diskusi kami, ingin mendorong penerbitan nonpers, selain pers tabloid Teknokra. Kami pun mengusulkan penerbitan buku antologi puisi, kumpulan Etos Kita, dan Jurnalistik Kampus.

Alhamdulillah, terbitlah buku antologi puisi Daun-daun Jatuh Tunas-tunas Tumbuh (Teknokra, 1995) dan sekian tahun kemudian Etos Kita: Moralitas Kaum Intelektual (Gama Media dan Teknokra, 2002). Sedangkan “Jurnalistik Kampus” masih bertahan sebagai manuskrip sampai kini.

Di sebalik semua itu ada peran Syafarudin. Seperti saya dan Moh. Fadoli, rupanya Udien juga pembaca berat dan suka “berebut” buku dan menulis resensi di koran kami itu. Hehee…

***

Udien duluan selesai kuliah ketimbang saya. Dia memang cerdas. Indeks Prestasinya tinggi — terbukti ia kemudian ia bisa menjadi Dosen FISIP Unila. Baru selesai, ia langsung bergaya bekerja di Auto 2000. Sementara saya masih mahasiswa MJ (mak jelas) sembari terus belajar jadi “penyair tapi gagal”.

Bolak-balik jadi wartawan, guru, wartawan lagi, tentu saya masih berhubungan dengan dosen Ilmu Pemerintah dan Kepala Laboratorium Politik Lokal dan Otonomi Daerah (Labpolotda) JIP FISIP Unila untuk berabagai keperluan dan saya sebagai penanggung jawab Survei/polling Lampost yang bekerja sama dengan Labpolotda Unila.

Di era Gubernur Sjachroedin ZP, saya dan Udien ketemu lagi sebagai peneliti di Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) yang diketuai Dosen Sejarah Unila, Maskun.

“Zul kita masukin tim biar jinak,” kata Udien sambil ketawa-ketawa dan saya mesem-mesem saja tak bisa menolak.

Terakhir, kami sama-sama Tenaga Ahli Pemerintah Provinsi Lampung untuk bidang masing-masing (2015-2019).

Saya masih tetap menulis dan menerbitkan sedikit buku hingga kini, rupanya Udien juga. Pascareformasi setelah penerbitan buku di Teknokra, ia bersama teman-teman — saya gak ikutan, hehee — serial buku Menembus Arus: Gerakan Mahasiswa Dan Perspektif Reformasi dari Lampung, 3 Volume (1998). Lalu, Syafarudin bersama Maulana Mukhlis — keduanya kebetulan alumni Teknokra — mengeditori buku Disrupsi Pemerintahan dan Politik Era 4.0 (2020) yang ditulis Dr. Ari Darmastuti dkk.

Terakhir, ia menggagas penerbitan buku Covid-19 dan Disrupsi: Tatanan Sosial Budaya Ekonomi dan Politik (2020) yang menghimpun tulisan akademisi, jurnalis, aktivis, dan diaspora, di antaranya mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Herman Batin Mangku, Erna Rochana, Erizal Barnawi, Bagus Wardianto, Ridwan Saifuddin, Christian Heru Cahyo Saputro, Rilda Taneko, dan banyak lagi — lagi-lagi, saya tak ikutan. Hiks. Maaf ya Dien.

***

Suami dari Thina Andrianti, sesama mantan aktivis Teknokra dan ayah tiga anak ini, sering bertanya, “Tulisan bersama kita di Lampung Post masih ada ya?”

“Masih, disimpan,” kata saya.

Dan, guntingan koran ini menjadi catatan sejarah penting, setidaknya buat kita, Dien.

***

Benar, saya kaget mendapati kabarmu kepergianmu Selasa, 19 Januari 2021 pukul 01.30 WIB karena serangan jantung.

Selamat jalan, Dien. Semoga jalanmu ke surga dimudahkan. Amin.

*Tulisan ini juga dimuat di Labrak.co